Saput Poleng adalah
kain bercorak kotak-kotak persegi dengan warna hitam-putih seperti papan catur.
kain yang disebut saput poleng ini sudah merupakan bagian dari adat dan hidup
dalam kehidupan adat masyarakat Bali . Dimana Saput poleng bisa ditemukan
hampir di setiap sudut tempat di Bali, baik di pura, di patung-patung, di
bangunan, kawasan wisata, bahkan dipakai sebagai busana dalam acara khusus.
Bagi orang Bali, kain yang disebut “saput poleng” memiliki fungsi khusus dan
istimewa. Ada makna filosofis pada kain ini.
Makna filosofis Saput
poleng merupakan refleksi dari kehidupan kita yaitu baik dan buruk yang
dalam Hindu dikenal dengan istilah RwaBhineda adalah dua sifat yang bertolak
belakang, yakni hitam-putih, baik-buruk, atas-bawah, suka-duka dan sebagainya.
Arti Saput Poleng dalam bahasa Bali ‘saput’ artinya
selimut, dan ‘poleng’ artinya belang. Selimut belang yang bercorak
kotak-kotak hitam-putih ini merupakan khas dari Bali. Dalam kontek adat di
Bali, ‘saput’ juga bermakna busana, yang dalam bahasa Bali halus disebut
‘wastra’. Sehingga ‘saput poleng’ diartikan sebagai ‘busana bercorak
kotak persegi warna hitam-putih yang dipergunakan secara khusus
Menurut tradisi ada
tiga jenis Saput poleng yaitu: Salut Poleng
Rwabhineda, Saput Poleng
Sudhamala dan Saput Poleng Tridatu.
1. Saput poleng Rwabhineda
Berwarna putih dan
hitam,
Warna terang dan
gelap sebagai cermin baik dan buruk.
2. Saput poleng Sudhamala
Berwarna
putih, hitam dan abu. Abu sebagai peralihan hitam dan putih,. Artinya
menyelaraskan yang baik dan buruk.
3. Saput Poleng Tridatu
Berwarna
putih, hitam dan merah. Merah simbol rajas
(keenergikan), hitam adalah tamas (kemalasan), dan putih simbol satwam
(kebijaksanaan, kebaikan).
Saput Poleng sebagai
simbul masyarakat Hindu di Bali digunakan oleh para pecalang, patung penjaga
pintu gerbang, dililitkan pada kulkul/kentongan, dikenakan oleh balian,
dihiaskan pada tokoh-tokoh itihasa (Merdah, Tualen, Hanoman, dan Bima),
dikenakan oleh dalang wayang kulit ketika melaksanakan pangruwatan/penyucian,
dililitkan pada pohon-pohon tertentu, atau dililitkan pada tempat suci yang
diyakini berfungsi sebagai penjaga. Pada intinya Saput Poleng digunakan sebagai
simbol penjagaan.
Penggunaan ‘Saput
Poleng’ Kain Kotak Hitam-putih di Bali ini khusus dalam artian: tidak
dipergunakan di sembarang tempat dan sembarang acara atau kesempatan. Melainkan
hanya ditempat khusus dan acara khusus saja. Saput Poleng Di Pura Pura di Bali
terdiri dari beberapa bangunan pura yang masing-masing disebut ‘pelinggih’.
Kelompok bangunan suci umat Hindu di Bali ini, memiliki tata-letak yang khas
yang terdiri dari tiga wilayah:
(1) wilayah paling
dalam disebut ‘jeroan’ yang murapakan mandala utama
(2) wilayah tengah
disebut ‘jaba-tengah’ yang merupakan mandala madya
(3) wilayah luar
disebut ‘jabaan’ yang merupakan mandala paling luar.
Saput poleng ini
khusus dipergunakan untuk bangunan pura termasuk patung yang berada di wilayah
paling luar. Selain di pura, juga dipergunakan sebagai umbul-umbul dan payung
yang ditancapkan di wilayah pura paling luar juga.
Saput Poleng di
Pekarangan dan Rumah di Bali. Pekarangan dan rumah orang Bali pun menggunakan
tata ruang dan tata letak tiga mandala seperti pura dalam, tengah dan
luar. Saput poleng diperuhanakan di wilayah paling luar, di pura dan
patung yang terletak di pekarangan paling luar, biasanya gerbang rumah.
Saput Poleng Sebagai
Busana Orang Bali
Saput poleng juga dipergunakan sebagai
busana untuk orang Bali itu sendiri. Saput poleng ini khusus
dipergunakan hanya pada saat sedang melaksanakan tugas adat ,sehubungan
dengan upacara dan upakara di wilayah luar baik itu di pura, rumah atau desa
adat. Pecalang misalnya, adalah orang Bali yang sedang melaksanakan tugas adat
untuk mengamankan suatu upacara di wilayah luar. Oleh sebab itu para pecalang
biasanya menggunakan saput poleng kain kotak-kotak hitam putih sebagai kain,
baju dan ikat kepala (udeng/destar).
sumber:
http://trovodizy.blogspot.co.id/2014/05/analisis-makna-dari-simbol-simbol-dalam_9078.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar